Rekayasa Budaya antara Yahudi dan Papua: Pelajaran dari Sejarah dan Modernisasi
Oleh Ferdinand Nauw Tahoba
(Tulisan ini mengaitkan konsep rekayasa budaya bangsa Yahudi dengan bagaimana hal itu bisa menjadi inspirasi bagi bangsa Papua dalam membangun identitas mereka di era globalisasi. Saya harap tulisan ini dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang tantangan dan peluang yang dihadapi oleh kedua bangsa tersebut.)
Rekayasa budaya adalah proses konstruksi dan pembentukan identitas kolektif sebuah komunitas atau bangsa yang dapat bertahan dan berkembang meskipun dihadapkan pada pengaruh luar dan perubahan zaman. Jika kita menelusuri sejarah bangsa Yahudi dan Papua, kita akan menemukan dua contoh yang sangat berbeda dalam cara mereka membangun dan mempertahankan identitas budaya mereka, namun ada beberapa paralel yang dapat dipelajari. Kedua bangsa ini, meskipun memiliki sejarah yang sangat berbeda, menunjukkan kekuatan luar biasa dalam melestarikan dan merekayasa budaya mereka meskipun dihadapkan dengan tantangan besar.
Yahudi: Rekayasa Budaya dalam Menghadapi Diaspora dan Pengaruh Luar
Bangsa Yahudi dikenal dengan sejarah panjang diaspora mereka. Sejak penghancuran Bait Suci Kedua pada tahun 70 M oleh Kekaisaran Romawi, bangsa Yahudi tersebar ke seluruh penjuru dunia, hidup di bawah kekuasaan berbagai kerajaan besar, mulai dari Romawi, Bizantium, hingga Kekaisaran Ottoman. Meskipun berada di bawah pengaruh bangsa-bangsa besar ini, bangsa Yahudi berhasil menjaga identitas dan budaya mereka.
Salah satu kunci sukses mereka adalah rekayasa budaya yang dilakukan dengan sangat cerdas. Mereka menjaga nilai-nilai agama dan kebudayaan mereka melalui pendidikan, lembaga keagamaan seperti sinagoga, serta teks-teks suci yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam dunia yang semakin terhubung, bangsa Yahudi juga memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta keterlibatan mereka dalam perdagangan dan politik, untuk memperkuat posisi mereka di dunia internasional.
Namun, bukan hanya pengaruh budaya luar yang membentuk bangsa Yahudi, tetapi juga bagaimana mereka menggunakan kesempatan tersebut untuk memperkuat narasi bersama mereka—narasi yang berakar pada kisah sejarah, agama, dan tanah leluhur mereka. Mereka berhasil menciptakan sebuah identitas nasional yang mempersatukan orang-orang Yahudi di seluruh dunia melalui gerakan Zionisme, yang pada akhirnya mengarah pada pembentukan negara Israel pada tahun 1948.
Papua: Menjaga Karakteristik Budaya di Tengah Arus Globalisasi
Di sisi lain, Papua adalah contoh menarik dari sebuah komunitas yang baru-baru ini mulai terhubung dengan dunia luar, setelah berabad-abad hidup dalam isolasi relatif. Papua, dengan lebih dari 250 suku yang berbicara lebih dari 800 bahasa, memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang luar biasa. Namun, sejak kedatangan bangsa Eropa, baik itu Spanyol, Portugis, atau Belanda, budaya Papua juga mulai terpapar oleh pengaruh luar, baik dari segi agama, politik, maupun ekonomi.
Pascakolonialisme dan pengaruh globalisasi, Papua kini dihadapkan dengan tantangan besar dalam mempertahankan kearifan lokal mereka. Meskipun demikian, Papua memiliki potensi untuk membangun sebuah identitas yang kuat, dengan memadukan kearifan lokal yang telah ada dengan dunia modern yang semakin terhubung. Menggunakan teknologi dan pendidikan berbasis budaya lokal, Papua bisa memperkenalkan warisan budaya mereka ke dunia sambil melestarikannya di dalam negeri.
Salah satu aspek penting yang bisa diambil dari bangsa Yahudi adalah kemampuan mereka untuk bertahan di tengah-tengah perubahan zaman. Bangsa Papua, meskipun menghadapi tantangan yang berbeda, dapat mengambil pelajaran dari cara bangsa Yahudi membangun solidaritas dan identitas melalui narasi bersama yang mengakar pada sejarah dan nilai budaya mereka. Dengan memanfaatkan media, pendidikan, dan politik, Papua bisa mengembangkan sebuah narasi yang mempersatukan suku-suku mereka dan memperkenalkan budaya mereka di tingkat global.
Pergeseran Paradigma: Dari Isolasi ke Keterhubungan
Apa yang terjadi dengan bangsa Yahudi dan Papua menunjukkan pentingnya membangun identitas yang kuat di tengah-tengah dunia yang semakin global. Pada awalnya, bangsa Yahudi harus bertahan dalam diaspora yang memisahkan mereka dari tanah leluhur mereka, tetapi mereka berhasil mengadaptasi nilai-nilai mereka dengan dunia luar, menggunakan pengaruh ini untuk menguatkan budaya mereka. Sebaliknya, Papua berada di titik awal dari proses ini, di mana mereka baru mulai berinteraksi dengan dunia luar secara intens. Namun, seperti halnya bangsa Yahudi, Papua juga memiliki kekuatan untuk memanfaatkan modernisasi dan globalisasi untuk memperkuat budaya mereka tanpa harus kehilangan jati diri mereka.
Kesimpulan: Rekayasa Budaya sebagai Kunci Ketahanan Bangsa
Bangsa Yahudi dan Papua memiliki perjalanan sejarah yang berbeda, namun keduanya menunjukkan bahwa rekayasa budaya adalah kunci untuk mempertahankan identitas dan karakteristik mereka di tengah arus globalisasi. Meskipun tantangannya berbeda, baik Yahudi maupun Papua telah dan akan terus berusaha menjaga kekayaan budaya mereka, memanfaatkan pengaruh luar secara selektif, dan membangun solidaritas sosial yang kuat.
Untuk Papua, pelajaran yang bisa diambil dari bangsa Yahudi adalah pentingnya menciptakan narasi yang mempersatukan suku-suku mereka, memperkuat pendidikan yang berbasis pada kearifan lokal, serta memanfaatkan teknologi dan media untuk memperkenalkan budaya mereka ke dunia. Dengan cara ini, Papua bisa melangkah maju dalam dunia modern tanpa kehilangan jati diri mereka yang kaya dan unik.
(Penulis adalah Sekretaris Jenderal Solidaritas Guru Asli Papua)