Kabupaten Fakfak akan memasuki usia ke 123 tahun pada bulan November mendantang. Terlampau amat tua dan sangat matang dalam sisi pemerintahan sebagai sebuah daerah yang telah memekarkan beberapa daerah yang dulunya (thn 1990-an) kita sebut dengan nama kecamatan, yakni Mimika dan Kaimana.
Kabupaten Fakfak juga sangat terkenal pada era 70-an - 80-an. Dimana daerah ini pernah menjadi tempat belajarnya para pemimpin hampir di seantero Tanah Papua. Banyak orang menyebutnya kala itu sbg 'Kota Pendidikan', walaupun (maaf) secara pribadi saya menyebutnya dengan nama "Negeri Sumber Peradaban". Mengapa? Sebab negeri ini 'pernah' menampung manusia2 Papua (juga nusantara) untuk belajar, berhikmat, dan berilmu. Di atas negeri ini, mereka tidak hanya belajar tentang ilmu pengetahuan (sains), tetapi lebih dari itu mereka belajar ttg sebuah 'nilai'. Mereka mempelajari dan mendalami nilai tentang: (1) hubungannya dgn sang Pencipta dan alam (termasuk pesan2 leluhur); (2) nilai tentang the true of humanity (kemanusiaan yg sejati); (3) nilai tentang toleransi dan persatuan (kebersamaan); (4) nilai tentang 'gelar tikar' atau musyawarah yang mufakat; dan (5) nilai tentang sebuah justice (keadilan) yang hakiki dalam tatanan kehidupan manusia. Nilai2 itu ditanamkan sejak mereka datang, pergi, dan kembali lagi. Nilai2 itu masih terus hidup di atas tanah ini dan di dalam setiap sanubari mereka di manapun mereka berpijak kini.
Sungguh, negeri ini benar2 sangat luar biasa. Karakteristik pemilik negeri yg begitu 'welcome' (membuka diri dan hati). Menganggap mereka yg datang bukanlah sekadar tamu (pendatang), tetapi menyebutnya dengan sebutan yg sangat bermartabat, yakni 'mereka yang kembali'. Mereka yang kembali adalah sapaan yang jangan dianggap sepele atau biasa2 saja. Mereka yang kembali punya makna historis yg mendalam, dalam cerita2 dan titipan yg sudah turun temurun diwariskan dalam "Hiriet Magh" (bahasa sakral) oleh para leluhur di negeri ini.
Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan satu hal yang masih mengganjal, mengusik batin dan rasa pribadi saya selaku anak yang dilahirkan di atas tanah ini pada bulan Oktober 1983 silam. Dibesarkan, belajar, bekerja, dan beranak pinak hingga kini di negeri ini, Jazirah Mbaham.
Menanggapi soal perekrutan calon pegawai negeri/pemerintah atau Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) Tahun 2023 di Daerah yang baru saja dibuka pada 20 September 2023 kemarin oleh pemerintah, saya ingin menegaskan satu hal kaitannya dengan apa yg sudah diuraikan di atas, bahwa:
"Menjadi seorang pegawai ASN memang bukan satu-satunya cara untuk bekerja dan bertahan hidup, namun menjadi pegawai ASN adalah cara untuk membuka pintu estafet bagi generasi kita (manusia2 Mbaham), pemilik negeri ini agar mampu menyatakan eksistensi dirinya di atas tanah lapisan tulang belulang leluhurnya."
Seorang ASN adalah eksekutor dalam tatanan negara demokrasi. Abdi rakyat yang memegang peranan sangat penting dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengawal kebijakan2 publik (public policy) yang berpihak pada rakyat. Dalam sebuah literatur, dijelaskan bahwa aparatur negara adalah penyelenggara pemerintahan yg diberikan tanggung jawab untuk merumuskan langkah-langkah strategis dan upaya-upaya kreatif guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara adil, demokratis dan bermartabat.
Sugiharto (2012) dalam tulisannya yg bertajuk “In 2045 Indonesia better than Brazil and China”, ia menyebutkan bahwa Indonesia di Tahun 2045, kurang lebih 22 tahun lagi, dari berbagai sumber dikatakan memiliki “bonus” demografi yang terus berlanjut dan akan berkontribusi atau sebaliknya berbencana pada berbagai sektor. Salah satu kontribusi bonus tersebut adalah pada sektor pertumbuhan ekonomi yang akan mengalami masa kejayaan. Bonus demografi di tahun 2045 akan berkontribusi atau berbencana menjadi semakin nyata, tergantung bagaimana kita menyiapkan generasi saat ini yang 22 tahun lagi akan mengisi era itu. Jika dimulai saat ini, maka merekalah yang pada saat ini berusia 25 hingga 35 tahun yang disebut mencapai usia produktif, generasi emas. Harapan terhadap generasi emas 2045 merupakan jawaban terhadap fenomena Paradoksal tentang Indonesia.
Prof. BJ Habibie pada Silaknas di Kendari pada tahun 2011 (Sugiharto, 2012), juga menyebutkan bahwa: a) Kita kaya tapi miskin, yaitu sumber daya alam melimpah tapi miskin penghasilan, b) Kita besar tapi kerdil, amat besar wilayah dan penduduknya tapi kerdil dalam produktivitas dan daya saing, c) Kita kuat tapi lemah, kuat dalam anarkisme tapi lemah dalam tantangan global, dan d) Kita indah tapi buruk, indah dalam potensi dan prospeknya namun buruk dalam pengelolaannya. Mengapa demikian, karena menurut beliau kita terjangkit “Penyakit Orientasi” yang lebih: 1) mengandalkan sumber daya alam ketimbang sumber daya manusia, 2) berorientasi jangka pendek daripada jangka panjang, 3) mengutamakan citra daripada karya nyata, 4) melirik makro daripada mikro, 5) mengandalkan cost added daripada value added, 6) berorientasi pada neraca pembayaran dan perdagangan daripada neraca jam kerja, 7) menyukai jalan pintas, (korupsi, kolusi, nepotisme, penyelewengan, dsb.) daripada kejujuran dan kebajikan, dan 8) menganggap jabatan atau kekuasaan (power) sebagai tujuan daripada sebagai sarana untuk mencapai tujuan (power centered rather than accountable/amanah).
Nah, kembali lagi ke daerah kita, negeri Jazirah Mbaham. Generasi emas kita dengan berbekal pendidikan dasar yang bermutu dan cukup memadai saat ini diharapkan mampu mengubah paradoksal, yaitu generasi yang mampu mewujudkan cita2 leluhur negeri ini sungguh-sungguh. Negeri ini kaya karena memiliki sumber daya alam yang melimpah, memiliki 'tondi' (manusia) yg banyak karena memiliki wilayah dan penduduk yang besar dengan produktivitas dan daya saing yang besar pula, kuat menghadapi tantangan global, dan indah pengelolaannya sehingga indah pula potensi dan prospeknya bagi generasi anak cucu kita nanti.
ASN daerah merupakan orang-orang pilihan yang menduduki jabatan penting dan strategis sehingga perannya sangat penting dalam pembangunan dan kemajuan suatu daerah. Bahkan menjadi penentu kebijakan dalam pembangunan daerah dan dan masyarakatnya. Walaupun ada sepersekian persen oknum ASN yang kalap mata dan terjebak dengan upaya memperkaya diri dengan hasil yang instan. Dimana merebaknya kasus-kasus korupsi yang menimpa para ASN di Indonesia (termasuk di tanah Papua). Hal ini merupakan suatu tantangan karena ASN hakikatnya merupakan garda terdepan sbg pionir untuk menangkal korupsi, kolusi dan nepotisme yang menggerogoti bangsa dan daerah ini.
Untuk itu, Pemerintah dan pemerintah daerah sudah sepatutnya mengikutsertakan, melibatsertakan semua lapisan masyarakat terlebih khusus "Generasi Mbaham Matta" (anak asli) dalam rancang bangun pembangunan yg transparan dan bertanggung jawab, efektif dan adil, serta menjamin terlaksananya supremasi hukum. Pemerintah Kabupaten Fakfak harus menjamin bahwa prioritas di bidang pemerintahan, politik, sosial, dan ekonomi, didasarkan pada konsensus masyarakat, wajib memperhatikan kepentingan rakyat (berpihak), mendukung visi strategis pemimpin dan masyarakat yang mampu melihat jauh ke depan dalam suatu pemerintahan yang baik dan berorientasi pada pembangunan untuk semua kelayakan sosial demi terwujudnya masyarakat Fakfak yang benar-benar TERSENYUM.