Oleh Pace Verry
Mari bicara tentang demokrasi.
Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar, kita diajarkan tentang demokrasi yang dipandang sebagai sebuah sistem pemerintahan yang sangat baik. Saat kita memberikan satu suara kita untuk satu orang dalam pesta demokrasi (Pileg/Pilpres/Pilkada), kita turut menciptakan sebuah sistem pemerintahan yang baik.
Tapi saat ini, setelah dewasa dan terlibat langsung baik sebagai pemilih maupun yang dipilih pada pesta demokrasi tersebut, kita akan menemukan kesadaran dan kesimpulan bahwa teori masa kecil kita benar-benar salah dan keliru.
Ternyata, rata-rata pemilih tidak tahu 'cara memilih' yang tepat. Itulah sebabnya demokrasi disebut tidak berfungsi.
Perhatikan ilustrasi berikut ini!
Anggaplah anda akan naik pesawat terbang. Tapi sebelum anda terbang, anda dan para penumpang yang lain diminta dan ditawarkan untuk memilih sang kapten pesawat itu secara demokratis. Singkat cerita, ada 2 kandidat kapten. Mereka akan menyampaikan setiap kelebihan mereka masing-masing (sekali lagi: kelebihan). Kapten A berkata: "jika kau mengizinkanku menerbangkan pesawat ini, aku akan mematuhi hukum aviasi internasional dan terbang dengan ketinggian 30.000 kaki." Demikian juga Kapten B akan berkata: "jika kau mengizinkanku menerbangkan pesawat ini, kau bisa duduk di kursi kelas bisnis (VIP) dengan nyaman."
Berbicara tentang dunia dan perkembangan sistem demokrasi hari ini, setiap orang (pemilih) rata-rata memberikan suaranya berdasarkan emosionaly dan unkowledge. Emosional dan ketidaktahuan informasi (pengetahuan) inilah yang selalu menjadi faktor utama pemilih menentukan pilihannya yang 'mungkin salah'. Sehingga secara alami pilihannya kerap kali ditujukan kepada sang Kapten B yang menjanjikan sebuah kenyamanan di kelas bisnis.
Demokrasi akhirnya melahirkan sistem yang buruk. Orang-orang yang minim kompetensi bahkan mandul pengalaman, juga yang sama sekali tidak bisa menerbangkan pesawat sebelum kita menyadarinya, hingga pada akhirnya kita dan para penumpang lainnya akan jatuh karena mengalami tragedi kecelakan yang sangat buruk.
Saya sangat yakin, bahwa menjalankan sebuah pemerintahan sama seperti menerbangkan pesawat terbang. Itu sangat sulit. Tidak hanya pengetahuan, tetapi butuh pengalaman. Tidak sekedar pengalaman, tetapi bertahun-tahun proses menuju pengalaman itu terbentuk.
Ekonomi, sosial, budaya, sumber daya alam dan manusia, kesehatan, pemanfaatan potensi untuk seluas-luasnya kesejahateraan rakyat yang dipimpin, semua itu adalah persoalan serius yang tidak mudah diselesaikan. Butuh profesionalitas yang sungguh-sungguh dan telah teruji, karena butuh 10 tahun lebih untuk bisa menerbangkan pesawat.
Tetapi dalam sistem pemerintahan kita, siapa pun bisa memilih dan siapa pun bisa dipilih (mencalonkan diri). Demokrasi memang mengubah pemerintahan setiap setengah dekade. Tapi persoalan-persoalan di atas itu butuh lebih dari 20 tahun untuk diselesaikan. Demokrasi adalah salah satu ide yang bagus, tetapi bukan satu-satunya yang terbaik.
Mari kita melihat sekilas ke Tiongkok (China) dan India sebagai contoh. China dengan sistem pemerintahan komunisme (sedikit diktatorisme), mengeluarkan 300 juta penduduknya dari kemiskinan. Sementara di India dengan demokrasinya yg baik, memiliki 300 juta orang yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Saya orang yang sedikit tidak tertarik dengan China, tapi entah kenapa mereka mampu keluar dari keterpurukan kondisi sosial-ekonomi rakyat mereka.
Maaf, jangan dulu menarik kesimpulan yang salah terhadap pandangan ini. Kediktatoran bukanlah jawabannya. Tapi mungkin ada pilihan lain untuk demokrasi yang layak dieksplorasi. Ada Teknokrasi dan Epistokrasi, yang merupakan 2 contoh dari sekian banyaknya sistem pemerintahan yang mungkin bisa dijadikan sebagai solusi lain untuk kita yang bernaung di bawah negara republik ini.
Tapi untuk saat ini, persoalannya sangat nyata. Dalam negara demokrasi, para politikus berlomba-lomba, berkompetisi menyebarkan hoax, memainkan drama kebohongan, ancaman ketakutan, dan mendewakan uang untuk mencari perhatian pemilih (rakyat). Dengan sistem demokrasi seperti ini, politikus mampu membuat pemilih percaya kepada mereka. Akhirnya, kita "terpaksa" memilih orang-orang yang menjanjikan kelas bisnis, padahal mereka sendiri tidak bisa menerbangkan pesawat.
Seperti yang pernah dikatakan seseorang: "Hal terbaik melawan demokrasi adalah membangun komunikasi dengan pemilih rata-rata."
Mari perbaiki demokrasi, sebelum kita semua jatuh karena ulah sang Kapten B.!
Pondok Mehak, Feb'04.2021
*) Diadopsi/dikembangkan dari video Nas Daily versi Bahasa Indonesia